Suharto dan Istrinya, Hanik. Pembuat Al Qur'an Braille

Keterbatasan fisik bukan penghalang untuk memberi makna bagi orang-orang di sekitar kita. Ini juga yang dilakoni pasangan suami istri Hanik Indrawati (35) dan Suharto (43). Meski buta, mereka terus bekerja keras untuk berbuat sesuatu. Buahnya, pasangan yang menikah sejak tahun 2004 lalu ini berhasil membuat Al Quran dengan huruf braille.

Anik, panggilan akrab Hanik Indrawati, dinyatakan buta sejak umur 6 bulan. Sehingga seiring bertambahnya usia, ia terbiasa dengan keadaannya. Tamat SMP, Anik melanjutkan pendidikan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Islam Karunia (Yaptunik) di Jalan Darmokali Gang Tugu 210, Surabaya. Dari yayasan Yaptunik inilah Anik terus mengasah kemampuanya untuk membuat Al Quran braille. 

"Mungkin kita dilahirkan dengan kondisi fisik yang berbeda dengan orang yang lainya, namun bukan karena hal itu, saya lantas tidak bisa menjadi seorang yang berguna buat orang-orang disekitar saya," ungkap Anik.

Berbekal kepiawaianya membuat cetakan huruf braille yang dia pelajari sejak kecil, pertengahan tahun 2003, dia memutuskan untuk mulai membuat cetakan al Quran dengan huruf braille. Dengan maksud untuk melanjutkan pekerjaannya di yayasan Yaptunik sebagai pembantu salah seorang pengurus untuk membuat al Quran braille, pada tahun 2004 dia sudah mulai mahir untuk membuat cetakan al Quran braille itu sendiri.

Berangkat dari keprihatinannya atas kondisi teman-temannya yang saat itu kekurangan Alquran, Anik memutuskan mengabdikan hidupnya untuk membantu teman-teman yang mempunyai kondisi yang sama. Berbekal mesin ketik braille yang dipinjamkan Yaptunik padanya, Anik kemudian memproduksi Alquran Braille. Semua ia kerjakan sendiri secara manual dengan segala keterbatasan yang dia miliki.

"Saya senang jika keahlian yang saya miliki bisa membantu orang lain yang ada di sekitar saya," imbuh wanita yang mempunyai cita-cita untuk membuka sekolah membuat huruf braille.

Dibantu dengan suaminya yang juga mempunyai kondisi yang sama, dia bertugas untuk memastikan hasil ketikannya tidak salah, sang suami (Suharto) yang bertugas melakukan koreksi dengan alat yang bernama reglet atau alat untuk membuat titik timbul dikertas kembali lurus, Suharto dengan tekun memeriksa satu persatu hasil ketikan istrinya. "Nulis huruf arab itu sulit mas, soalnya selain huruf juga ada harokat jadi lebih rumit dan banyak titik," kata Suharto.

Saat ini, Hanik dan Suharto bisa memproduksi jenis al Quran braille sedikitnya 2 juz dalam dua minggu. Untuk satu Juz mereka memberi harga 175 ribu. Hal ini juga dikarenakan keterbatasan alat yang masih menggunakan alat manual. "Kalau kita punya mesin printer dan komputer braille mungkin proses produksi bisa menjadi lebih cepat," tambah Hanik sambil tersenyum ringan.

Dari produk al Quran braille yang sudah dibuat, kini mereka sudah bisa memasarkan ke luar kota, bahkan sampai luar pulau seperti kalimantan, Sulawesi, Jakarta. Kebanyakan para pembeli menganggap al Quran braille sangat membantu khususnya bagi yang beragama muslim. Dengan al Quran braille buatan Hanik, para pembeli yakin bahwa masyarakat dengan kondisi yang sama seperti mereka, mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi.

"Meskipun belum mendapat respons yang positif dari pemerintah, Saya tidak terlalu memikirkan hal itu karena tujuan utama saya bukan seperti itu, tapi kalau pemerintah bisa merespons kegiatan positif ini ya saya sangat beruntung," imbuhnya Suharto sambil memeriksa selembar kertas yang baru rampung.

Sumber: AyoGitabisa.com
Tags: MotivasiNews

Post a Comment

0 Comments

Skip to main content