Menko Polhukam RI, Luhut Pandjaitan bersama KH. Maimoen Zubair Sarang
Karyabuatanku - Saya memanggilnya "Mbah Moen". Nama aslinya adalah Kiai Haji Maimoen Zubair, sesepuh NU yang saya kenal beberapa belas tahun lalu dari Gus Dur.

Tangan sesepuh yang berusia hampir 88 tahun ini tidak pernah lepas menggandeng tangan saya sejak penyambutannya di halaman depan sampai ke tempat duduk saya, dan terus berlanjut sepanjang kami menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Mbah Moen Menggenggam Tangan Menteri Polhukam RI
Bahkan setelah itu, ketika saya bermaksud hendak duduk, genggaman beliau menahan saya untuk tetap berdiri. Beliau membisikkan bahwa sekarang saatnya saya memimpin pengheningan cipta untuk berdoa dan mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Inilah suasana di waktu saya berkesempatan bertemu beliau di Rembang, di Pondok Pesantren Al Anwar yang diasuh beliau. Saya terkesan dengan rasa nasionalisme yang terpancar di pondok pesantren tersebut.
Kehadiran Menko Polhukam disambut dengan Paskibra para santri
di lapangan lokasi pendaratan helikopter.
Siang itu kehadiran saya disambut dengan Paskibra para santri dengan barisan yang rapi di lapangan lokasi pendaratan helikopter. Tim drumband multi-instrumen yang seluruhnya adalah para santri turut menambah kemeriahan dengan lagu-lagu nasionalnya. Ribuan santri lainnya dengan penuh semangat berbaris rapi mengibar-ngibarkan bendera merah putih kecil.

Saya juga terkesan dengan rasa nasionalisme Mbah Moen. Ketika kami berbincang, Mbah Moen menitipkan masalah-masalah nasional kepada saya untuk diselesaikan, meski tak ada satupun masalah yang terkait langsung dengan beliau. Mbah Moen memiliki visi yang bagus tentang persatuan dan kesatuan. Beruntung para santri di pondok pesantren ini memiliki ketauladanan dari sosok Mbah Moen.
Tim drumband multi-instrumen yang seluruhnya adalah para santri turut menambah kemeriahan dengan lagu-lagu nasionalnya.
Dalam tausiahnya, Mbah Moen menegaskan bahwa konsep Islam Nusantara itu sebenarnya kembali kepada Pancasila. Dengan menggunakan analogi lima sudut yang terdapat pada lambang bintang di Sila Pertama Pancasila, Mbah Moen menjelaskan lima konsep utama dalam beragama.

Pertama adalah agar manusia saling menghormati. Sikap ini harus didahulukan tanpa memandang latar belakang seseorang seperti apa agamanya atau siapa dia. Nilai-nilai kemanusiaan harus selalu berada di garda terdepan.

Kedua adalah agar manusia saling menjaga jiwa. Jangan sampai saling membunuh dan menyakiti sesama karena itu menghancurkan jiwa kemanusiaan kita.

Ketiga, pentingnya menjaga akal. Mbah Moen mengingatkan betapa tingginya perhatian Rasulullah Muhammad SAW terhadap pendidikan.

Keempat, agar umat manusia menjaga keberlangsungan populasi di dunia sehingga fungsi manusia di bumi tetap terjaga.

Terakhir, Mbah Moen mengingatkan pentingnya menjaga hak milik. Manusia yang beragama wajib menjaga dirinya agar tidak merugikan orang lain dan mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Terkait ancaman radikalisasi, Mbah Moen berpesan kepada para santri bahwa paham Islam radikal bukanlah ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Islam yang dibawa Nabi bukanlah Islam yang penuh kebencian ataupun yang menimbulkan perpecahan. Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan mayoritas Muslim, Mbah Moen tegas mengatakan bahwa Islam Nusantara adalah konsep yang tepat untuk digunakan.

Menutup tausiahnya, Mbah Moen berpesan kepada pemerintah dan masyarakat terkait pembangunan Indonesia.

Pertama, agar nilai-nilai satu nusa dan satu bangsa terus dipertahankan dan dijaga keberlangsungannya. Perbedaan itu wajar. Masyarakat Indonesia sebaiknya jangan membicarakan hal-hal yang dapat berujung pada perpecahan, tapi mencari jalan untuk semakin merekatkan persatuan.

Kedua, agar para pemimpin bangsa memiliki filosofi ‘membangun dari bawah, membersihkan dari atas’. Mbah Moen secara spesifik memuji program dana desa, yang merupakan wujud pembangunan yang berasal dari bawah. Para pemangku jabatan juga diingatkan agar memberikan teladan dan memulai perbaikan dari atas.

Terakhir, Mbah Moen mengingatkan setiap elemen bangsa agar Indonesia dapat menjadi negeri dimana prinsip ‘makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran’ seyogyanya menjadi panduan utama dalam berbangsa dan bernegara.

Sumber:
Fanpage Luhut Binsar Pandjaitan (Menko Polhukam - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan)
Tags: HikmahIslamiKiaiKisahNasehatPetuah

Post a Comment

0 Comments

Skip to main content