Karyabuatanku - Saya diundang oleh Global Philantropy Forum dalam konferensi tahunan mereka, yaitu GPF 2016 ini, yang diselenggarakan di Hotel Sofitel, Redwood City, California, USA, tanggal 4 - 6 April. Ini adalah forum bagi para filantropis dunia untuk membangun wawasan tentang strategi filantropi, khususnya terkait bidang-bidang apa saja yang perlu mereka prioritaskan dalam menyalurkan bantuan ke seluruh dunia. Mereka biasa mengundang tokoh-tokoh inisiator dunia untuk menyumbang wawasan. Sebelum ini, mereka pernah mengundang tokoh-tokoh seperti Bill Clinton, Desmon Tutu, Mohammad Yunus, dan lain-lain.

Kali ini, selain saya, mereka juga mengundang Elias N. Bou Saab, Menteri Pendidikan Lebanon, Ratu Sylvia Nagginda dari Kerajaan Bugunda, Afrika, dan Antony Blinken, Wakil Menteri Keamanan (Deputy Secretary of Defence) Amerika Serikat.

Saya hadir didampingi oleh C. Holland Taylor, COO Bayt Ar Rahmah Li Ad Da'wah Al Islamiyyah Rahmatan Li Al 'Alamin (The Home of Divine Grace For Revealing And Nurturing Islam as A Blessing to All Creations), sebuah organisasi yang didirikan dan diketuai oleh K.H. Ahmad Mustofa Bisri, berbasis di North Carolina, Amerika Serikat.

Konferensi mereka tahun ini mengambil topik: "People on The Move", Orang-orang Yang Berhijrah, yaitu fenomena mobilitas manusia dewasa ini, berupa migrasi dengan berbagai alasannya, baik alasan ekonomi seperti urbanisasi, maupun alasan keamanan seperti pengungsian akibat perang dan bencana lainnya. Krisis Timur Tengah dan masalah terorisme yang secara umum mereka sebut dengan term "violent extremism" relevan dengan topik tersebut. Maka saya diundang untuk ikut menyumbang pemikiran terkait masalah terorisme dan radikalisme dari sudut pandang NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia dan Indonesia sebagai Bangsa Muslim terbesar di dunia. Saya dilibatkan dalam diskusi pleno dan sejumlah kelompok kerja.

Saya menyampaikan bahwa tidakan terror dilakukan oleh orang-orang yang tidak perduli pada apa pun selain dirinya dan kelompoknya, karena mereka telah secara mental terputus atau sengaja memutus hubungan dengan lingkungan sosial-budaya dan kehidupan yang nyata di lingkungan mereka. Mereka mengalami ketercerabutan dari ikatan batin dengan segala sesuatu yang secara nyata berbagi kehidupan dengan mereka. Hal itu bisa terjadi pada orang-orang yang bermigasi ke tempat atau lingkungan yang asing, kemudian gagal menyesuaikan diri untuk melebur secara sosial dan mental dengan lingkungan baru tersebut.

Selain migrasi fisik, dan mobilitas sosial, ideologi atau pandangan keagamaan tertentu dapat menjerumuskan orang kedalam "mentalitas terasing" semacam itu. Saya menyebut Wahhabisme salah satunya. Karena Wahhabisme memaksakan pandangan bahwa orang Islam harus hidup dengan cara yang persis seperti generasi awal di Arab sana tanpa boleh melakukan penyesuaian apa pun. Di tengah konteks zaman kita sekarang, yang corak kehidupan dan peradabannya telah berubah dan berbeda jauh dari konteks Arab 1400 tahun lalu, Wahhabisme jelas membuat pengikutnya terasing dan terputus sama-sekali dari lingkungan hidup yang nyata. Hal yang sama terjadi pula pada mereka yang hidup di lingkungan sosial-budaya yang berlainan dengan Arab, seperti Nusantara, misalnya. Itu sebabnya kita menyaksikan fakta yang gamblang hari ini bahwa para pengikut Wahhabi-lah yang senantiasa paling siap bergabung dalam gerakan ekstrimis dan terror. Al Qaeda, ISIS, Boko Haram, Asy Syabaab, semua adalah gerakan Wahhabi.

Masyarakat dunia pun menghadapi ancaman keamanan yang luar biasa berbahaya setelah dalam sekurang-kurangnya lima puluh tahun terakhir ini Saudi Arabia dan Qatar dengan sengaja melancarkan strategi Wahhabisasi internasional secara besar-besaran. Bibit-bibit ekstrimisme dan terrorisme, laksana HIV, telah sisebarkan ke seluruh dunia oleh Saudi Arabia dan Qatar.

Saya menyodorkan pandangan NU tentang Islam Nusantara sebagai paradigma tandingan yang dapat menjadi solusi. Paradigma Islam Nusantara mendorong umat Islam di mana saja untuk menghargai budaya setempat dimana mereka hidup, bertoleransi dengan kelompok mana pun yang berbeda, dan mengamalkan agama dengan cara yang tidak merusak harmoni sosial di lingkungan masing-masing tanpa harus mengkompromikan apalagi meninggalkan prinsip-prinsip Islam iru sendiri. Kita memandang Islam bukan sebagai kekuatan yang hadir untuk menaklukkan dunia, melainkan sebagai inspirasi dan kekuatan kontributif untuk memajukan dan menyempurnakan peradaban. Itu sebabnya Islam Nusantara senantiasa menyerukan agar umat Islam mengedepankan akhlaq mulia, kasih-sayang dan rahmat terhadap sesama.

Apabila pandangan-pandangan tersebut disebar-luaskan dan diadopsi oleh komunitas-komunitas Muslim di berbagai belahan dunia, dengan sendirinya ancaman eksrimisme dan terrorisme dapat ditekan.

Saya juga menyerukan agar seluruh dunia berkonsolidasi untuk mendesak Saudi dan Qatar menghentikan propaganda Wahhabisasi global yang mereka lancarkan selama ini. Kita paham bahwa strategi yang mereka pilih itu merupakan cara mereka merespon tekanan geopolitik, khususnya terkait persaingan mereka dengan Iran. Persoalannya, mereka memilih pendekatan sektarian dengan menyebarkan Wahhabisme dan kebencian berlebihan terhadap Syi'ah, yang berakibat fatal bagi keamanan dunia.

Saya meminta bantuan seluruh dunia bagi Indonesia untuk mengambil inisiatif perdamaian dengan mengedepankan pendekatan kemanusiaan. Indonesia memiliki legitimasi yang kuat untuk mengambil inisiatif itu karena merupakan Bangsa Muslim terbesar yang seharusnya mengambil bagian terbesar pula dalam menentukan wajah dunia Islam secara keseluruhan. Indonesia juga dalam posisi yang sepenuhnya netral secara politik dan ekonomi dalam krisis yang tengah berlangsung.
Beberapa langkah penting yang perlu diambil oleh Masyarakat Internasional bersama Indonesia adalah:

1. Mendesak Saudi dan Qatar untuk menghentikan program Wahhabisasi global mereka,

2. Mendesak Iran untuk menyatakan dengan tegas komitmen untuk melepas segala ambisi ekspansionis dan bekerja sama penuh dengan Masyarakat Internasional menuju perdamaian yang adil dan langgeng,

3. Membantu Pemerintah Saudi untuk melakukan konsolidasi internal bagi stabilitas politik dalam negerinya sehingga tercipta atmosfir yang aman dan percaya diri dalam menjalani pergaulan internasional, baik di lingkungan regional maupun lingkungan yang lebih luas,

4. Menghentikan perang Yaman,

5. Mengalahkan dan mengeliminasi ISIS beserta segala ancaman yang ditimbulkannya dengan setuntas-tuntasnya,

6. Mengisolasi konflik dalam negeri Suriah dan mewujudkan penyelesaian yang adil dan damai,

7. Mewujudkan penyelesaian yang adil dan damai bagi masalah Palestina,

8. Mewujudkan penyelesaian yang adil dan damai bagi masalah Kurdi.

9. Membantu pembangunan kembali dan pemulihan Suriah, Iraq, Yaman, Mesir dan Turki.


Sumber: 
[1] Duta Islam - Ini Alasan Wahabi Siap Perang Bersama ISIS Menurut Gus Yahya Tsaquf

Tags: Kajian IslamKiaiNews

Post a Comment

0 Comments

Skip to main content