Karyabuatanku.com, Kudus - Kudus merupakan salah satu kota kecil yang ada di pantura timur dari Provinsi Jawa Tengah. Kudus juga dikenal sebagai Kota Kretek, hal itu dikarenakan dulu banyak sekali pabrik rokok di kota ini. Selain itu, kota ini juga terkenal sebagai Kota Religius atau Kota Santri, hal itu dikarenakan di kota ini terdapat banyak sekali pondok pesantren dengan ulama dan santri-santrinya.

Salah satu ulama dari kota ini yang cukup dikenal oleh masyarakat Kudus sendiri bahkan oleh kalangan luar Kudus adalah KH Muhammad Arwani Amin Sa'id. Berikut ini adalah postingan mengenai Biografi Singkat KH Muhammad Arwani Amin Kudus. Silakan disimak

1. Biografi KH Muhammad Arwani Amin 
Selain dikenal dengan sebutan Kota Kretek, Kudus juga dikenal sebagai Kota Religius atau lebih medasar lagi dikenal dengan sebutan Kota Santri. Pasalnya, banyak di antara santri yang menuntut ilmu di kota yang kharismatik yang menjadi panutan masyarakat sekitar Kudus. Di antara sekian banyak ulama di kota Kudus banyak ulama di kota Kudus yang menjadi tauladan bagi masyarakat adalah beliau al-Maghfurlah KH Muhammad Arwani Amin.

Sekitar lebih 100 meter di sebelah selatan Masjid Menara Kudus, tepatnya di Desa Madureksan, Kerjasan, dulu tersebutlah pasangan keluarga shalih yang sangat mencintai al-Qur'an. Pasangan keluarga ini adalah KH Amin Sa'id dan Hj Wanifah. KH Amin Sa'id ini sangat dikenal di Kudus kulon terutama di kalangan santri, karena beliau memiliki sebuah toko kitab yang cukup dikenal, yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi.

Yang menarik adalah meski keduanya (H Amin Sa'id dan istrinya) tidak hafal al-Qur'an, namun mereka sangat gemar membaca al-Qur'an. Kegemarannya membaca al-Qur'an ini, hingga dalam seminggu mereka bisa khatam satu kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-Qur'an sekalipun.

2. Kelahiran KH Muhammad Arwani Amin Said
KH Muhammad Arwani Amin Said dilahirkan pada hari Selasa Kliwon pukul 11.00 siang tanggal 5 Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September 1905 M di kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa Tengah. Ayah beliau bernama H Amin Said dan ibunya bernama Hj Wanifah.

Sebenarnya nama asli beliau adalah Arwan, akan tetapi setelah beliau menunaikan ibadah haji yang pertama namanya diganti menjadi Arwani. Dan hingga wafat beliau dikenal memiliki nama lengkap sebagai KH Muhammad Arwani Amin Said dan panggilan akrabnya adalah Mbah Arwani Kudus.

Arwan adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakaknya yang pertama seorang perempuan bernama Muzainah. Sementara adik-adiknya secara berurutan adalah Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da'in, Ahmad Malikh, I'anah, Ni'mah, Muflikhak dan Ulya. Dari kedua belas ini, ada tiga yang paling menonjol, yaitu Arwan, Farkhan dan Ahmad Da'in, ketiga-tiganya hafal al-Qur'an.

Dari sekian saudara KH Muhammad Arwani Amin, yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur'an adalah Farkhan dan Ahmad Da'in. Ahmad Da'in, adik Mbah Arwani ini bahkan terkenal jenius, karena beliau sudah hafal al-Qur'an terlebih dahulu daripada Mbah Arwani yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits Bukhari Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Da'in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar.

Arwan kecil hidup di lingkungan yang sangat taat beragama (religius). Kakek dari ayahnya adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu KH Imam Haramain. Sementara garis nasabnya dari ibu, sampai pada pahlawan nasional yang juga ulama besar, Pangeran Dipenegoro yang bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.

3. Kehidupan Keluarga KH Muhammad Arwani Amin Said
Ayahanda Mbah Arwani, H Amin Said adalah seorang kiai yang cukup disegani dan dihormati oleh masyarakat disekitar beliau tinggal. Meskipun ayah dan bunda beliau tidak hafal al-Qur'an, namun tempat tinggal beliau dikenal sebagai rumah al-Qur'an, karena setiap pekan mereka selalu mengkhatamkan al-Qur'an.

Istri beliau bernama Ibu Nyai Hj Naqiyul Khud. Beliau menikah pada tahun 1935 M dimana pada saat itu status beliau adalah seorang santri dari pondok pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Ibu Naqi adalah putri dari H Abdul Hamid, seorang pedagang kitab. Tokonya sekarang masih ada,bahkan semakin berkembang. Beliau memiliki empat orang anak yaitu Ummi dan Zukhali Uliya (meninggal saat masih bayi) serta KH M Ulin Nuha Arwani dan KH M Ulil Albab Arwani.

4. Masa Menuntut Ilmu KH Muhammad Arwani Amin Said
KH Muhammad Arwani Amin dan adik-adiknya sejak kecil hanya mengenyam pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil memulai pendidikannya di Madrasah Mu'awanatul Muslimin Kenepan, sebelah utara Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini sewaktu berumur 7 tahun. Madrasah ini merupakan madrasah tertua yang ada di Kudus yang didirikan oleh Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Salah satu pimpinan madrasah ini pada awal pendiriannya adalah KH Abdullah Sajad.
Setelah beranjak dewasa, akhirnya beliau memutuskan untuk meneruskan mencari ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di tanah Jawa, seperti Solo, Jombang, Jogjakarta dan sebagainya. Dari perjalanannya berkelana dari satu pesantren ke pesantren itu, telah mempertemukannya dengan banyak kiai yang akhirnya menjadi gurunya (masyayikh).

Adapun sebagian guru yang mendidik belau diantaranya adalah KH Abdullah Sajad (Kudus), KH Imam Haramain (Kudus), KH Ridhwan Asnawi (Kudus), KH Hasyim Asy'ari (Jombang), KH Muhammad Manshur (Solo), KH M Munawwir (Yogyakarta) dan lain-lain.

5. Kepribadian KH Muhammad Arwani Amin Said
Selama berkelana mencari ilmu baik di Kudus maupun di berbagai pondok pesantren yang disinggahinya, KH Muhammad Arwani Amin dikenal sebagai pribadi yang santun dan cerdas. Karena kecerdasan dan sifat sopan santun yang dimiliki oleh beliau, banyak kiai beliau yang terpikat. Atas dasar itu, sewaktu beliau mondok, KH Muhammad Arwani Amin sering dimintai oleh kiainya membantu mengajar santri-santri lain. Lalu memunculkan rasa sayang di hati para kiainya.

Beliau hidup di lingkungan masyarakat santri yang sangat ketat dalam menghayati dan mengamalkan agama. Oleh karena itu wajar saja jika beliau tumbuh menjadi seorang yang memiliki perangai halus, sangat berbakti kepada kedua orang tua, mempunyai solidaritas yang tinggi, rasa setia kawan dan suka mengalah tapi tegas dalam memegang prinsip.

Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang kuat dalam menuntut ilmu. Pada masa remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu mengembara dari pesantren ke pesantren. Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke kota yang dimulai dari kotanya sendiri yaitu Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Jamsaren Solo, Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan diakhiri di Pesantren Popongan Solo.

Sekitar tahun 1935, Mbah Arwani melaksanakan pernikahan dengan salah satu seorang putri Kudus, yang kebetulan cucu dari guru atau kiainya sendiri, KH Abdullah Sajad. Perempuan sholehah yang disunting oleh beliau adalah ibu Naqiyul Khud.

Dari pernikahannya dengan ibu Naqiyul Khud ini, KH Muhammad Arwani Amin diberi dua putri dan dua putra. Putri pertama dan kedua beliau adalah Ummi dan Zukhali (Ulya), namun kedua putri beliau ini menginggal dunia sewaktu masih bayi.

Yang tinggal sampai kini adalah kedua putra beliau yang kelak meneruskan perjuangan KH Muhammad Arwani Amin dalam mengelola pondok pesantren yang beliau dirikan. Kedua putra beliau adalah KH M Ulin Nuha (Gus Ulin) dan KH M Ulil Albab Arwani (Gus Bab). Kelak, dalam menahkodai pesantren itu, mereka dibantu oleh KH. Muhammad Manshur, salah satu khadam KH Muhammad Arwani Amin yang kemudian dijadikan sebagai anak angkatnya.

6. Perjuangan KH Muhammad Arwani Amin Said
Beliau mengajarkan al-Qur'an pertama kali sekitar tahun 1942 di Masjid Kenepan Kudus yaitu setamat beliau nyantri dari pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini santri-santri beliau kebanyakan berasal dari luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit santri beliau semakin bertambah banyak dan bukan hanya dari Kudus dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar propinsi bahkan dari luar pulau Jawa. Kemudian beliau membangun sebuah pondok pesantren yang diberi nama Yanbu'ul Qur'an yang berarti Sumber al-Quran. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H/1979 M.

KH Muhammad Arwani Amin meninggalkan sebuah kitab yang diberi nama Faidh al-Barakat fi as-Sabi'a Qira'at.

Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan Thariqat Naqsabandiyah Kholidiah yang pusat kegiatan thariqah ini bertempat di Masjid Kwanaran. Beliau memilih tempat ini karena suasana di sekeliling cukup sepi dan sejuk. Di samping itu, tempat ini dekat perumahan dan sungai Gelis yang airnya jernih untuk membantu penyediaan air untuk para peserta khalwat. Mbah Arwani juga pernah menjadi pimpinan Jam'iyah Ahli ath-Thariqat al-Mu'tabarah yang didirikan oleh para kyai pada tanggal 10 Oktober 1957 M. Dan dalam Mu'tamar NU 1979 di Semarang nama tersebut diubah menjadi Jam'iyyah Ahl ath-Thariqat al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN).

7. Kelebihan KH Muhammad Arwani Amin Said
KH Muhammad Arwani Amin dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam beribadah. Dalam melaksanakan sholat wajib beliau selalu tepat waktu dan senantiasa berjamaah meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan tersebut sudah beliau jalani sejak berada di pesantren.

Sewaktu masih belajar Qiraat Sab'ah pada KH Munawir di Krapyak yang pelajarannya dimulai pada pukul 02.00 dinihari sampai menjelang Shubuh beliau sudah siap pada pukul 12.00 malam. Dan sambil menunggu waktu pelajaran dimulai beliau manfaatkan untuk melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Kebiasaan tersebut tetap berlanjut setelah beliau kembali dan bermukim di Kudus.

Biasanya beliau mulai tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 21.00 WIB. Kemudian dilanjutkan melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Apabila sudah lelah kemudian tidur lagi kira-kira selama satu sampai dua jam kemudian bangun lagi untuk melaksanakan sholat dan dzikir, begitu setiap malamya sehingga bila dikalkulasi beliau hanya tidur dua sampai tiga jam setiap malamnya

Mbah Arwani dikenal oleh masyarakat sekitarnya sebagai seorang ulama yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Banyak yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang wali,beberapa santrinya mengatakan bahwa KH Muhammad Arwani Amin memiliki indra keenam dan mengetahui apa yang akan terjadi dan melihat apa yang tidak terlihat.

Konon, menurut KH Sya'roni Ahmadi, kelebihan Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca al-Qur’an. Dimana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an meski tidak hafal.

Selain barokah orantuanya yang cinta kepada al-Qur'an, KH Muhammad Arwani Amin sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-ulama.

Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH Hasyim Asy'ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu.

Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH Hasyim Asy'ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH Hasyim Asy'ari, karena kakek Mbah Arwani (KH Haramain) pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus saja. Akhirnya, Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Ibu Naqi adalah puteri dari H Abdul Hamid bin KH Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri.

8. Murid KH Muhammad Arwani Amin Said
Ribuan murid telah lahir dari pondok yang dirintis KH Muhammad Arwani Amin tersebut. Banyak dari mereka yang menjadi ulama dan tokoh. Sebut saja diantara murid-murid beliau yang menjadi ulama adalah:
  • KH Sya'roni Ahmadi (Kudus) 
  • KH Hisyam (Kudus) 
  • KH Abdullah Salam (Kajen) 
  • KH Muhammad Manshur 
  • KH Muharror Ali (Blora) 
  • KH Najib Abdul Qodir (Jogja) 
  • KH Nawawi (Bantul) 
  • KH Marwan (Mranggen) 
  • KH A Hafidz (Mojokerto) 
  • KH Abdullah Umar (Semarang) 
  • KH Hasan Mangli (Magelang) 
9. Berpulang ke Rahmatullah
Dengan keharuman namanya dan berbagai pujian dan sanjungan penuh rasa hormat dan ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada taggal 25 Rabiul Akhir tahun 1415 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober tahun 1994 M dalam usia 92 tahun (dalam hitungan Hijriyah). Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Yanbu'ul Qur'an Kudus.

Syai'un Lillah, Lahumul Fatihah

Sumber:

Tags: BiografiHari SantriHari Santri NasionalKiaiNahdlatul UlamaPesantrenPondokkuSantriUlama

Post a Comment

0 Comments

Skip to main content